Jumat, 10 April 2009

Ujian Nasional (UN)

Beban Mental Menghadapi UN

Pendahuluan

Idealnya bagi seluruh siswa- siswi yang akan menghadapi UN adalah memiliki perasaan "senang", mengapa demikian? karena ia akan segera melihat hasil dari semua kerja kerasnya selama tiga tahun kebelakang. disamping perasaan senang yang dimiliki, mereka juga tentu sudah harus melakukan persiapan yang sematang- matangnya. namun apa yang kita saksikan dilapangan? jika kita mau bertanya kepada mereka maka jawabannya adalah "Stres, gak tau deh, takut, campur aduk, lihat saja nanti, mudah- mudahan turun mukjizat, dll". yah itulah kurang lebih jawaban yang saya dapat ketika saya bertanya tentang kesiapan menghadapi UN kepada mereka.

Mempersiapkan Mental & Spritual Peserta didik

Dalam mengadapi UN banyak cara yang dilakukan sekolah guna mempersiapkan peserta didiknya. mulai dari Pendalaman Materi (PM) yang berpareatif masing- masing sekolah dalam menghadirkan mentor- mentor PM. mulai dari memanggil Bimbel yang berkelas sampai kepada Bimbel yang tak punya kelas. penyelenggaraan try out yang berulang- ulang ( disekolah saya sampai 14 kali), ada juga yang menggelar do'a bersama dan shalat tahajjud, ada juga yang mengkarantina para siswa- siswinya, dan masih banyak hal lain lagi.

Jika kita perhatikan bagaimana sekolah- sekolah mempersiapkan para siswanya mengadapi UN, memang masih lebih menitik beratkan pada persiapan yang bersifat knowledge (pengetahuan) dan masih minim yang menyeimbangkan antara persiapan pengetahuan atau intelektualisme siswa dengan persiapan mental dan spiritual mereka. akibat dari ketidak seimbangan ini, maka akibatnya apa? walaupun PM sudah diberikan sebanyak- banyaknya, try out juga tidak ketinggalan, menghadirkan bimbel, dll, tetapi para peserta didik masih saja merasa belum siap dalam menghadapi UN.

Ujian Nasional (UN) Antara Beban dan Harapan

Memang dalam menghadapi UN, beragam ppenafsiran yang akan kita dapatkan. sebagian siswa menafsirkan UN adalah kiamat, ada juga yang menafsirkan UN adalah ujian yang sesungguhnya untuk membuktikan siapa "pemenang" dan siapa "pecundang", lain lagi yang berpendapat UN adalah salah kaprah, UM adalah mengada- ngada, UN adalah pil pahit yang harus ditelan para siswa akibat "ketidakbecusan" pemerintah dalam menangani bidang pendidikan,dsb.

Tapi yang jelas, UN jika kita lihat dari kaca mata positif memang memiliki dampak yang baik bagi peserta didik dan sekolah. mengapa demikian? UN  dengan mudah memberikan gambaran kepada masyarakat sejauh mana kinerja kepala sekolah dan para guru disekolah, UN juga merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan siswa dalam pembelajaran (dengan melihat materi yang diujikan dengan jurusan masing- masing peserta didik). hal ini bisa dijadikan ukuran keberhasilan jika sebuah sekolah sudah menerapkan kejujuran dalam proses UN. ( tidak menghalalkan segala cara yang penting lulus semua)

Siap Lulus dan Siap Tidak Lulus

"Semoga tahun ini sekolah kita 100% lulus" inilah pernyataan yang sering kita dengar dari Kepala Sekolah, Wakil Kesiswaan, dan para Guru yang kebetulan memberikan sambutan kepada para Siswa kelas III (tiga), yang kontan saja pernyataan ini mendapatkan sambutan yang sangat luar biasa. biasanya para siswa langsung mengucapkan "AMIIIIIIIN".

Untuk LULUS semua siswa pasti sudah siap dan tidak perlu disiap- siapkan. namun harus juga disiapkan adalah TIDAK LULUS. setidaknya inilah yang selalu saya sampaikan kepada siswa kelas III jika saya berkesempatan berbicara dihadapan mereka. "kalian harus bersiap- siap jika tidak lulus". maklum saja setiap tahunnya saya selalu melihat anak- anak yang pingsan, histeris, memecahkan kaca sekolah, memaki- maki guru, bahkan ada yang tidak berani pulang kerumah, dsb.

Kenyataan ini, setidaknya menjadikan seluruh sekolah (Kepala Sekolah & bawahannya) perlu menyiapkan satu team yang bertugas khusus menangani masalah ini. karena seperti biasanya ketika kejadian ini benar- benar terjadi, semua pihak merasa tidak mau mananganinya. dan yang terjadi adalah saling melempar tanggung jawab, padahal semua pihak adalah bertanggung jawab dalam hal ini.

Banyak hal sebenarnya yang bisa dilakukan dalam menghadapi hal ini, mulai dari memberikan pengertian kepada para orang tua atau wali murid tentang hal ini, bagaimana menangani anak- anak mereka jika tidak lulus, bagaimana membesarkan hati anak- anak mereka, proses apa yang harus ditempuh jika anak benar- benar tidak lulus (penjelasan paket C atau mengulang satu tahun), dsb. yang jelas PESERTA DIDIK tidak selalu menjadi KORBAN dalam hal ini. ya korban lepas tanggung jawabnya Pemerintah (sudahkah menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, bukan hanya mengharapkan hasil maximal), Pihak sekolah (sudahkah memberikan pelayanan yang maximal), dan Orang Tua (sudahkah memberikan perhatian yang penuh bagi ank- anaknya, dan tidak menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar